gedung kembar di kayutangan

Commerce

siti maria ulfa shinta in

Warga Kota Malang pasti tahu kawasan Kayutangan. Tapi, mungkin tak banyak tahu, mengapa disebut Kayutangan? Mengapa dulu orang-orang Eropa banyak yang memilih tinggal di sana? Setidaknya ada dua versi yang menyebutkan, mengapa disebut Jalan Kayutangan, yang di zaman Belanda dikenal dengan nama Jalan Pita itu? Pertama, merujuk pada data sejarahyang menyebutkan sebelum tahun 1914 di kawasan itu terdapat papan penunjuk arah berukuran besar yang berbentuk tangan yang dibuat oleh Belanda. Kedua, disaat mulai berkembangnya kawasan alun-alun, di ujung jalan arah alun-alun terdapat pohon yang menyerupai tangan. Karena itu kawasan tersebut lantas disebut Kayutangan. Entah mana yang menjadi dasar. Yang jelas, nama Kayutangan (Kajoetangan) banyak terdapat di buku laporan Belanda tahun 1890 hingga masih diucapkan sampai sekarang. Kompleks pertokoan di sepanjang Jalan Kayutangan (sekarang Jalan Basuki Rahmad) mulai dari pertigaan depan PLN sampai di depan Gereja Katolik Kayutangan dibangun antara tahun 1930-1940, yang saat itu bergaya atap datar dan berbentuk kubus. Sampai sekarang kompleks pertokoan ini masih relatif terjaga keasliannya. Sekitar 1960-1970-an pertokoan itu membuat pusat keramaian di Kota Malang dengan ragam usaha. Antara lain, perdagangan umum, perkantoran, gedung bioskop, pakaian jadi, kelontong, dan lain-lain. Di sepanjang Jalan Kayutangan terdapat perempatan yang terkenal, yang dulu sering disebut perempatan Rajabaly. Yang menarik adalah keunikan bentuk arsitektur pertokoannya yang terdapat tepat di perempatan Jalan Kayutangan (sekarang Jalan Basuki Rahmat, Jalan Kahuripan, dan Jalan Semeru). Pertokoan itu dibangun pada tahun 1936 oleh arsitek Karel Bos. Bentuk kembar bangunan sebelah kanan dan kiri itu bukan hanya menggambarkan pintu gerbang menuju Jalan Semeru, tapi menurut beberapa tokoh masyarakat di sana, bangunan kembar tersebut terinspirasi dari sang arsitek yang baru dikaruniai putra kembar. Gaya arsitektur yang beraliran Nieuwe Bouwen itu mempunyai menara di atas bangunan yang berfungsi sebagai tempat pengamatan sekitar. Beberapa kejadian yang menggunakan akses Kayutangan sebagai jalan utama antara lain, prosesi penyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang pada 27-28 Februari 1942. Sebelumnya, sekutu Belanda menyerah kalah di Laut Jawa pada 1 Februari 1942. Ketika itu, pukul 04.00 pasukan Jepang memasuki Pulau Jawa di empat Pesisir Laut Utara. Invasi Jepang di Jawa Timur dipimpin oleh Letnan Jendral Tsuchihashi Yuitsu dengan total pasukan 20.000 orang. Pasukan Belanda Divisi III yang tersisa pimpinan Mayor Jendral G.A.Ilgen terkonsentrasi di Ngoro. Di Malang, batalyon marinir yang dipimpin oleh W.A.J mundur ke Dampit. Tahun 1942 diberlakukan Milisi (Wajib Militer). Program milisi itu mempersenjatai kaum pelajar untuk melawan pasukan Jepang. Tanggal 8 Maret 1942, Malang dinyatakan sebagai kota terbuka. Sekali lagi jalan tempat konsentrasi masa saat itu berada di Jalan Kayutangan. Sore harinya negosiator Jepang menuntut Belanda untuk menyerah tanpa syarat. Maka Letnan Jendral Ter Poorten menyerah kepada Nippon. Kemudian pasukan Jepang memasuki Malang. Pada fase I penguasaan Jepang di Malang diadakan parade di Ijen Boulevard melewati Kayutangan. Saat itu semua rakyat mengelu-elukan Jepang sebagai penyelamat dan menjanjikan kemakmuran yang baik dengan slogan “Asia untuk Orang Asia” yang tak lain propaganda Jepang. Pada 9 Maret 1942 pukul 03.00 dini hari, Residen Malang G. Schwenkcke menyebarkan selebaran. Jika ditulis dengan bahasa sekarang: “Pendudukan pasukan Dai Nippon akan datang dalam beberapa jam untuk menenangkan kota supaya tidak ada pertempuran. Maka saya akan minta komandan Dai Nippon untuk membolehkan tugas-tugas pekerjaan politik”. Jepang lantas mengeluarkan perintah larangan untuk mengibarkan bendera Belanda, mendengarkan radio siaran luar negeri dan memasang gambar Ratu Belanda serta anggota kerajaan Belanda. Pada 16 Maret 1942 diumumkan pengurangan gaji pegawai yang drastis, pakaian dan barang-barang berharga disita. Semua sekolah pendidikan Belanda ditutup. Semua uang di bank dipindah ke Javasche Bank(sekarang Bank Indonesia). Krisis keuangan di mana-mana.pada 30 Juli 1947 di Jakarta, The Nieuwsqiermenuliskan bahwa masyarakat, polisi dan pemerintah Malang mencoba menghalang-halangi pasukan Belanda, tetapi kemudian dapat dikalahkan. Pada 31 Juli 1947, surat kabar nasional di Jogjakarta menulis, jika diterjemahkan secara bebas adalah: “Di Malang ada taktik bumi-hangus yang diterapkan besar-besaran dan diperkirakan 1.000 bangunan balanda dan instalasi strategis dihancurkan dengan cara dibakar dan diledakkan dengan sisa-sisa bom milik Dai Nippon.

Viewed 1197 times

1 Comment

Lihat & tulis komentar